Saturday, December 4, 2010

Pensil

Melihat Neneknya sedang asyik menulis Adi bertanya, "Nenek sedang menulis apa?"
Mendengar pertanyaan cucunya, sang Nenek berhenti menulis lalu berkata, "Adi cucuku, sebenarnya nenek sedang menulis tentang Adi. Namun ada yang lebih penting dari isi tulisan Nenek ini, yaitu pensil yang sedang Nenek pakai. Nenek berharap Adi dapat menjadi seperti pensil ini ketika besar nanti."
"Apa maksud Nenek bahwa Adi harus dapat menjadi seperti sebuah pensil? Lagipula sepertinya pensil itu biasa saja, sama seperti pensil lainnya," jawab Adi dengan bingung.
Nenek tersenyum bijak dan menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana Adi melihat pensil ini. Tahukah kau, Adi, bahwa sebenarnya pensil ini mempunyai 5 pelajaran yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup."
"Apakah Nenek bisa menjelaskan lebih detil lagi padaku?" pinta Adi
"Tentu saja Adi," jawab Nenek dengan penuh kasih

"Pelajaran pertama, pensil dapat mengingatkanmu bahwa kau bisa melakukan hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kau jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkahmu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya".
"Pelajaran kedua, dalam proses menulis, kita kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil yang kita pakai. Rautan itu pasti akan membuat pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil itu akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga denganmu, dalam hidup ini kau harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".
"Pelajaran ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".
"Pelajaran keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".
"Pelajaran kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga Adi, kau harus sadar kalau apapun yang kau perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

"Nah, bagaimana Adi? Apakah kau mengerti apa yang Nenek sampaikan?"
"Mengerti Nek, Adi bangga punya Nenek hebat dan bijak sepertimu." jawab Adi.

Cinta Kasih yang Tak Ternilai

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.

Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, "Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan padanya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia," kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Tuhan Tahu

Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia,,
Tuhan tahu betapa keras engkau telah berusaha.
Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih,,
Tuhan sudah menghitung airmatamu.
Jika kau pikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berlalu begitu saja,,
Tuhan sedang menunggu bersamamu.
Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu siuk untuk menelepon,,
Tuhan selalu ada di sampingmu.
Ketika kau berpikir bahwa kau sudah mencoba segalanyadan tidak tau harus berbuat apa lagi,,
Tuhan memiliki jawabannya.
Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan,,
Tuhan dapat menenangkanmu.
Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan,,
Tuhan sedang berbisik kepadamu.
Ketika segala sesuatu bejalan lancar dan kau merasa ingin mengcap syukur,,
Tuhan tela memberkatimu.
Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban,,
Tuhan telah tersenym padamu.
Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi,,
Tuhan sudah mebuka matamu dan memanggil namamu.

Ingat bahwa dimanapun atau kemanapun kau menghadap,,
TUHAN TAHU.

Hati yang Sempurna

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang teindah di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.
Tiba-tiba seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata:
"Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku?"
Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan lain yang ditempatkan disitu; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang iu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah? Pemuda itu melihat kepada pa tua itu, melihat ati yang dimilikinya, dan tertawa.
"Anda pasti bercanda, pak tua. Bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tidak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan." kata pemuda itu.
"Ya," kata pak tua itu, "Hatimu kelihatan sangat sempurna. Meskipun demikian aku tidak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka. Dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan.
Ada kalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan. Memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu tetap terbuka dan menyakitkan, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu.
Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya?"
Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan sempurna, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya, kemudian mengambil sesobek hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tapi tidak sempurna karena ada sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah daripada sebelumnya karena cinta kasih pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.
Sudahkah engkau memberikan kasihmu kepada orang lain hari ini?